5 Etika Ketika Mengkritisi Penguasa Menurut Komisi Fatwa MUI Sekaligus Ketua LDNU KAB. Pangandaran

    5 Etika Ketika Mengkritisi Penguasa Menurut Komisi Fatwa MUI Sekaligus Ketua LDNU KAB. Pangandaran

    PANGANDARAN JAWA BARAT - Melihat pemberitaan yang muncul di media mainstream seperti Facebook, Instagram, Twitter, TikTok dan youtube baru-baru uni, yang memberitakan terkait Demo Penolakan Penetapan APBD TA. 2024 yang di dalamnya ada instrumen pinjaman untuk menutupi Devisit APBD Kabupaten Pangandaran.

    Demo dilakukn secara anarkis oleh sebagian oknum demonstran dengan adanya pengrusakan, penghinaan dan ujaran kebencian, membuat miris para tokoh dan pengamat di Kabupaten Pangandaran, tidak terkecuali Bapak Ust. Ucu Saeful Aziz Komisi Fatwa MUI dan Ketua LDNU Kabupaten Pangandaran. 

    Saat dihubungi di tempat terpisah melalui WhatsApp, beliau memaparkan etika yang baik dan benar menurut sudut pandang agama islam ketika mengkritisi Penguasa, dalam islam mengkritik tidak dilarang dan diperbolehkan, bahkan di atur agar tidak mencederai perasaan satu sama lainnya. "Kritik, Saran dan pendapat itu sangat diperbolehknan dalam ajaran agama islam, dan sudah dari dulu hal tersebut di lakukan oleh para sahabat namun tentunya harus sesuai dengan aturan kaidah ajaran agama Islam" tutur Ust. Ucu Saeful Aziz.  

    Salah satu ajaran penting dalam Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh umat Islam adalah saling mengingatkan atau saling menasihati kepada sesama, termasuk juga kepada para pemimpin (pemerintah). 

    Beberapa keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah boleh untuk dikritik, boleh ditanggapi, boleh juga untuk dikomentari, sepanjang kritik tersebut sesuai dengan etika dan etikanya  bukan karena iri, benci, dan alasan-alasan tercela lainnya.

    Keharusan memberikan kritik dalam Islam agar bisa menjadi lebih baik dan lebih positif sudah tertulis dalam Al-Qur’an. Allah swt berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 104:
    ‎
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
    
Artinya, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

    Selain ayat ini, Rasulullah saw juga pernah bersabda dalam salah satu haditsnya, bahwa agama Islam adalah agama yang dibangun atas dasar saling menasihati, saling mengkritik untuk lebih baik. Dalam salah satu riwayat disebutkan :

    ‎إِنَّمَا الدِّينُ النَّصِيحَةُ، فَقِيلَ: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُؤْمِنِينَ وَعَامَّتِهِمْ

    “Sesungguhnya agama (Islam) itu nasihat. Maka (Nabi) ditanya (oleh sahabat), untuk siapa, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: bagi Allah, (melalui) kitab-Nya, utusan-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan umat Islam seluruhnya.” (HR Muslim).

    Adapun definisi kritik dalam islam, Merujuk Darul Ifta Jordan, kritik adalah memberikan nasihat kepada orang lain setelah adanya pertimbangan dan observasi. Kritik merupakan salah satu anjuran dalam Islam karena bisa memberikan solusi-solusi dan masukan yang lebih baik dan lebih positif. Bahkan kritik juga menjadi bagian dari amar makruf nahi mungkar.
    ‎
اَلنَّقْدُ فِي الْأَصْلِ تَقْدِيْمُ النُّصْحِ وَالْمُلَاحَظَاتِ بَعْدَ النَّظَرِ وَالتَّمْحِيْصِ. وَهُوَ أَمْرٌ مَشْرُوْعٌ فِي الْاِسْلَامِ، بَلْ اِنَّهُ مَطْلُوْبٌ، وَهُوَ مِنْ صُوَرِ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ

    Artinya, “Kritik pada dasarnya adalah memberikan nasihat dan komentar setelah adanya pertimbangan dan observasi. Kritik merupakan perbuatan yang disyariatkan dalam Islam, bahkan dianjurkan. Kritik juga menjadi bagian dari amar makruf dan nahi mungkar.” (Tim Fatwa, Darul Ifta Jordan, nomor fatwa: 3725, tanggal fatwa: 08-09-2022).

    Dengan demikian, kritik terhadap pemimpin maupun pemerintah merupakan perbuatan yang sah-sah saja untuk dilakukan, sepanjang masih sesuai dengan kaidah-kaidahnya yang mengedepankan nilai-nilai nasihat untuk membenah diri agar menjadi lebih baik dan lebih maslahat, dan untuk membedakan yang buruk dari yang baik.

    Selanjutnya dalam ajaran agama islam ada beberapa cara melakukan kritik terhadap pengusa dalam hal ini Pemerintah, sebagaimana diterangkn dalam Hadits Riwayat Hakim dibawah ini :

    ‎مَن كانت عندَهُ نصيحةٌ لِذي سُلطانٍ فليأخذْ بيدِهِ فلْيخلُ فليخلوا الصواب فلْيخلُ بهِ فإن قبلَها قبلَها وإن ردَّها كانَ قد أدّى الَّذي عليهِ

    "Barangsiapa bermaksud menasehati pemerintah, maka janganlah dengan cara terang-terangan di tempat umum. Tapi genggam tanganya, ajak berbicara di tempat yang sepi. Jika nasehatnya diterima, bersyukurlah. Jika tidak diterima, maka tak menjadi masalah sebab sesungguhnya ia sudah melaksanakan kewajibannya dan memenuhi haknya, " (HR Hakim).

    Lalu secara rinci Tim Fatwa Darul Ifta Jordan mengemukakan tata cara melakukan kritik terhadap Penguasa atau Pemerintah, yaitu: (1) kritik yang disampaikan merupakan nasihat dengan tujuan untuk saling mengingatkan; (2) bertujuan untuk amar makruf nahi mungkar; (3) menyampaikan kritik yang sopan, penuh hikmah, dan prasangka yang baik; (4) apa yang disampaikan harus jujur dan benar; dan (5) tidak memiliki prasangka buruk, tidak mencaci-maki, tidak menghina, dan tidak merendahkan orang lain.

    Dalam lam hal ini bisa kita telaah dan baca bersama fatwa yang dibuat oleh Tim Fatwa Darul Ifta Jordan, dengan nomer fatwa: 3725, tanggal fatwa: 08-09-2022, yang isinya sebagai berikut :

    ‎وأول ما يجب على الناقد أن يكون نقده نصيحة، والقيام بواجب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، وأن يقدم النقد بأسلوب الحكمة واللطف وحسن الظن، وأن يتحرى الصدق والصواب بما يقول، ويجتنب سوء الظن والسب والشتم والسخرية والاستهزاء لأن هذا كله من كبائر الذنوب

    “Dan kewajiban *pertama* bagi orang yang mengkritik yaitu kritiknya harus merupakan nasehat; *kedua* tujuannya untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar; 
    *ketiga* menyampaikan kritik dengan cara bijaksana, lemah lembut, dan berbaik sangka; 
    *keempat* apa yang disampaikan merupakan kejujuran dan kebenaran; *kelima* menjauhi berburuk sangka, marah-marah , mencaci maki, merendakan dan menghinakan, sebab semua itu merupakan bagian dari dosa besar” (Tim Fatwa, Darul Ifta Jordan, nomer fatwa: 3725, tanggal fatwa: 08-09-2022).

    Itulah lima (5) etika-etika penting yang harus dipenuhi sebelum menyampaikan kritik pada penguasa, maupun manusia pada umumnya. Dengan memperhatikan etika-etika tersebut, maka kritik akan menjadi salah satu poin penting dalam membangun suatu bangsa menjadi bangsa yang lebih aman, damai, rukun, dan makmur. "Imbuhnya"

    
Demikian penjelasan perihal etika-etika kritik kepada penguasa. Semoga bisa bermanfaat dan bisa membawa kedamaian untuk Kabupaten Pangandaran khususnya dan negeri tercinta Indonesia ini. Amin...(Anton AS)

    pangandaran jawa barat
    Anton Atong Sugandhi

    Anton Atong Sugandhi

    Artikel Sebelumnya

    Bendera Bintang Kejora Berkibar di Markas...

    Artikel Berikutnya

    Pimpinan dan Redaksi Jurnalis Indonesia...

    Berita terkait